ARTIKEL
PENDIDIKAN
BERBASIS KEUNGGULAN DAERAH
Tugas
Individu
Mata
Kuliah: Isu-isu Kritis Pendidikan
Dosen:
Prof. Dr. H. Djaali
Oleh:
ASMIDA
Nomor Registrasi: 7617101479
PROGRAM
STUDI DOKTOR (S3)
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2012
ARTIKEL
PENDIDIKAN
BERBASIS KEUNGGULAN DAERAH
Oleh:
ASMIDA
/ 7617101479
HP: 08127620849
A. Latar
Belakang
Terlampau banyak permasalahan negeri ini,
tumpang tindih, tanpa ada solusi yang jelas. Belum selesai satu permasalahan, muncul
permasalahan yang lainnya. Apa yang salah dari negeri yang penuh ragu ini? Terserah
pada orang yang mempersepsikannya. Semua orang punya kebebasan untuk
menyampaikan pendapat. silakan saja.
Namun menurut penulis, bila kita cermati
dengan seksame, akar permasalahnya adalah pada Pendidikan. Pendidikan kita tidak
mampu menjawab berbagai tantangan kedepan. Secara umum berdasarkan pengamatan,
pendidikan kita gersang kreatifitas, pendidikan kita seperti tidak berjiwa. Para
pendidik (guru), tidak mampu
berinteraksi secara akademis dengan peserta didik.
Kecendrungan guru untuk menyamakan
kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran, menjadikan kegiatan
pembelajaran seperti pelepasan utang mengajar. Berdasarkan pengamatan masih
banyak, para guru yang tidak mau mengubah paradigma mereka dalam mengajar. Peserta
didik tidak dibiasakan untuk berpikir.
Selain ketidak mampuan mengolah atau meramu materi yang akan disampaikannya
pada peserta didik. Penyebab lainnya adalah ketakutan sekolah dengan Ujian
Nasional. Akibat UN yang salah kaprah ini, kegiatan guru lebih focus menjejali
peserta didik dengan materi pelajaran dengan cara menghapal atau meniru apa
yang ditulis oleh pendidik (guru). Dan yang lebih merusak lagi, dan sudah
merupakan rahasia umum berbagai cara dilakukan oleh sistem sekolah agar
siswanya berhasil lulus Ujian Nasional. Dengan demikian sekolah mendapat
pujian, kepala sekolah mendapat pujian pokoknya semua senang.
Ujian nasional yang seharusnya dapat
dijadikan umpan balik, untuk melihat peta
elemen dalam sistem internal sekolah, seperti kemampuan pemimpin (kepala
sekolah), guru, siswa begitu pula sarana prasarana lainnya, tidak mampu
dipantau oleh pemerintah. Itu yang penulis katakan diawal tulisan ini sebagai
UN yang salah kaprah.
Kalaulah itu yang menjadi titik tolak
kita, penulis setuju apa yang dikatakan Prof. Dr. H. Djaali bahwa puluhan atau
seratus tahun kedepan (seperti masa
kerajaan Majapahit), Indonesia mungkin sudah tidak ada. Atau keberadaannya
hanya sebagai symbol dari penjajahan dalam bentuk yang berbeda.
Hal senada juga disampaikan oleh Tilaar
(2006; 13) sebagai berikut: Pendidikan nasional hendaknya sejak dini menyadari
akan bahaya-bahaya yang tersembunyi tersebut sehingga upaya kita yang semula
untuk dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bangsa –bangsa yang
lain, akhirnya kita menjadi budak-budak dari bangsa-bangsa yang lain didalam
pergaulan global.
Menurut penulis, tidak mustahil hal
tersebut akan terjadi, karena sumber
daya manusianya tidak bersumber daya. Sumber daya manusianya hanya dididik
untuk meniru yang sudah ada, sumber daya manusianya hanya dijejali dengan
kebanggaan akan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, namun tidak mencoba
menggugah peran serta peserta didik jikalau
sumber daya alam habis dan tidak bisa diperbaharui, sementara sumber daya
manusianya tidak tau apa-apa. Yang lebih ironis lagi sumber daya alam negerinya
habis, sedangkan penduduknya miskin segala-galanya.
Tidak menutup kemungkinan, tiap peserta
didik menghayal akan harta karun yang dimiliki oleh negara ini, mungkin saja beberapa
diantara mereka ada yang berpikir bagaimana cara menghabiskannya. Dan kecil kemungkinan dikepala mereka berpikir
bagaimana mengelola sumber daya alamnya kelak untuk kepentingan orang banyak.
Selain itu tidak menutup kemungkinan peserta didik hanya mampu membanggakan
sumber daya alam daerahnya yang kaya saja.
Hal tersebut mungkin saja terjadi, pendidik (guru) harus ingat, peserta didik
datang dari berbagai latar belakang keluarga yang mempunyai pola pikir yang
beragam, begitu pula pendidikannya. Dengan demikian tidak semua peserta didik
mempunyai kemampuan berpikir (kognitif)
yang kuat. Disinilah penting seorang pendidik yang mempunyai jiwa, yang mampu
menggerakkan hati peserta didiknya agar nantinya mereka tidak menjadi penonton
habisnya sumber daya alam yang dimiliki secara perlahan.
Dan menurut penulis penting seorang
pendidik mengingatkan bahwa hal tersebut tidak akan pernah terjadi, bila sumber
daya manusia tersebut (peserta didik) mencintai daerahnya, mengenal daerahnya
dengan hati sehingga mampu berpikir
bagaimana menggali potensi daerah yang
dimilikinya, melestarikan budaya daerahnya dan sebagainya. Itu semua tidak
diperoleh hanya dengan slogan-slogan atau mimpi-mimpi, yang membuat sumber daya
manusianya tertidur tapi dalam bentuk nyata.
Mungkin,
kita tidak akan melihat hasilnya dalam hitungan hari, karena membangun
pendidikan tidak sama dengan membangun mall, tempat hiburan, atau tempat apalah
namanya. Tapi penulis yakin dengan berjalannya waktu, diantara mereka pasti ada
yang mampu berpikir kedepan tanpa ragu. Itu harus dimulai dari pendidikan yang
peduli akan daerahnya.
Tulisan
singkat ini mencoba menggugah pandangan kita akan pentingnya pendidikan
berbasis keunggulan daerah.
B.
Pengertian Pendidikan
Beberapa
Pengertian pendidikan yang diambil dari http://www.rentcost.com/2011/12/pengertian-pendidikan-definisi.html
Diakses 25 Februari 2012.
1. Menurut
prof dr john dewey
Pendidikan adalah suatu
proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti
membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah
proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam
perkembangan seseorang.
2. Menurut prof h mahmud yunus
Pendidikan adalah
usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan
tujuan peningkatan keilmuan jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat
mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi, agar si anak hidup
bahagia serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
3. Pengertian pendidikan menurut Wikipedia
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Dari beberapa pendapat tersebut, bila kita cermati
secara detil didalam pengertian pendidikan tersebut, menurut penulis terkandung
berbagai makna antara lain:
a)
Pentingnya
pendidik yang benar-benar berkualitas, pendidik yang mampu membentuk peserta
didiknya mempunyai visi diri, pendidik yang menghargai kemampuan yang berbeda
dari peserta didiknya, pendidik yang cerdas yang memiliki berbagai cara untuk
menggali potensi yang terpendam dari peserta didik.
b)
Pendidik
yang mampu mengembangkan proses pembelajarannya menjadi bermakna, melalui
interaksi-interaksi akademis dengan berbagai elemen peserta didik sebagai salah
satu sub system dari system sekolah. Dengan adanya interaksi akademis antar pendidik dan peserta didik maupun
sesame peserta didik, diharapkan akan memunculkan kepekaan peserta didik dalam
melihat lingkungan internal maupun eksternal mereka.
Peserta
didik adalah sub sistem dari sistem yang berada disekolah, setelah mereka
menamatkan pendidikannya disekolah, mereka akan keluar ke masyarakat. Mereka
akan menjadi salah satu elemen dari
system masyarakat. Bekal apa yang telah
disiapkan oleh lembaga pendidikan khususnya oleh pendidik yang bermutu agar peserta didik bermanfaat di masyarakat,
sehingga terwujud pendidikan yang bermutu.
http://www.seruit.com/index.php/pendidikan/143-opini/1252-membangun-pendidikan-yang-bermutu
Diakses 18 Februari 2012,
menyatakan bahwa pendidikan
yang bermutu adalah titik tolak sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat yang
cerdas dan berperadaban tinggi.
C. Pengertian
Pendidikan Yang Berbasis Keungulan Daerah
UU Sisdiknas No 20
tahun 2003 pada pasal 37 ayat 1 bahagian
(j), menyatakan bahwa kurikulum pendidikan
dasar dan menengah wajib memuat tentang muatan local. Kepedulian pemerintah
akan pentingnya muatan local disambut positif dari berbagai kalangan
pendidikan.
Diknas dalam program Sosialisasi KTSP yang diambil dari http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=272:apa-yang-seharusnya-diajarkan-kepada-anak-tentang-kota-dan-transportasi-? Diakses
24 Februari 2012 menyebutkan bahwa tujuan khusus dari mulok adalah :
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik
agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya
dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Lebih
jelas lagi terutama agar peserta didik dapat:
1.
Mengenal
dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya.
2.
Memiliki
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya
yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya sebagai
bekal siswa.
3.
Memiliki sikap dan perilaku yang selaras
dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan
dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang
pembangunan nasional
Definisi dari
muatan lokal menurut Diknas adalah kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi
mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak
terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Selanjutnya masih dalam sumber yang
sama, Diknas juga mengelompokkan beberapa materi pelajaran sebagai bagian atau
dapat dijadikan sebagai materi muatan lokal yaitu, bahasa daerah,
bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar,
serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian bila masing-masing
komponen negeri ini khususnya di kota Pekanbaru, konsisten untuk memajukan
daerahnya, maka haruslah berawal dari pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang
berakar dari keunggulan daerah sebagai titik tolak untuk menumbuhkan kecintaan
pada daerahnya antara lain dengan menjaga kelestarian, menciptakan lingkungan
yang bersih, kenyamanan.
Dengan dukungan masyarakat,
pemerintah terutama pembelajaran yang dinamis disekolah akan memudahkan
tumbuhnya daya saing, kreativitas pada siswa sehingga diharapkan nantinya akan
tercipta sumber daya manusia yang handal dalam otak juga punya jiwa cinta
negeri. Hal tersebut bukan berarti, dalam lingkungan yang tidak bersih dan tidak nyaman tidak dapat menumbuhkan kreativitas. Study dari Gray
dalam Munandar,U (2009;119) menyatakan bahwa masyarakat yang sehat dan
sejahtera akan memupuk kreativitas.
D. Pengenalan
Daerah dan Budaya Daerah Sebagai Salah Satu Muatan Lokal
Menurut pengamatan penulis, pendidikan
yang berbasis keunggulan daerah (mulok), sering diartikan oleh sekolah hanya pada beberape aspek. Salah satunya yang paling sering adalah
kegiatan masak memasak. Kegiatan tersebut bagus, namun hendaknya dapat
dijadikan ajang untuk lebih mengenal keberagaman tiap kabupaten di di Provinsi Riau bukan hanya hal yang bersifat
rutin. Misal sebagai contoh guru bisa mulai dengan menampilkan potensi yang
dimiliki oleh salah satu kabupaten di Provinsi Riau misal kabupaten kepulauan
Meranti yang memiliki potensi unggulannya seperti: Migas, Sagu, Kelapa dan Karet
Siswa diajak untuk mendiskusikan salah
satu keunggulan yang dapat dikembangkan disalah satu kabupaten di Provinsi Riau
tersebut misal dalam produksi sagu. Sagu merupakan salah satu makanan pokok
didaerah ini, selain nasi. Guru hendaknya memberi informasi disesuaikan dengan
kondisi daerah tempat bertugas. Kalau daerah perkotaan jangan hanya bercerita,
tapi tayangkan pada peserta didik kegiatan tersebut berupa gambar melalui TV,
atau kalau disekolah tersebut sudah bisa
mengakses internet silakan saja guru menampilkan tayangan tersebut misal dimulai dari peta kabupaten
Meranti tadi dengan beberapa keunggulannya.
Pendidik dapat merancang misal dengan
melakukakan kegiatan sebagai berikut: Mengunjungi pabrik sagu, suruh diantara
mereka membawa tape recorder atau yang sejenis yang memungkinkan mereka
mengadakan pengamatan sekaligus belajar mewawancarai tentang daerah yang
dikunjungi untuk memperdalam kajian mereka tentang tumbuhan sagu.
Sebelum berangkat, guru hendaknya
mengarahkan siswa untuk mempersiapkan pertanyaan yang ingin mereka tanyakan
sesampainya dilokasi. Berikan arahan seperlunya tentu disesuaikan dengan
tingkatan siswa. Makin tinggi tingkatan siswanya tentu makin tinggi kognitifnya
bukan afektif atau psykomotor, jangan
sampai guru salah sehingga menyamakan cara menyampaikan semua materi pelajaran.
Sehingga materi tersebut menjadi membosankan dan tidak bermakna apa-apa.
Namun harus diingat guru harus sudah menguasai
materi tersebut, sehingga interaksi akademis yang terjalin antara guru dan siswa
akan mencapai sasaran. Guru harus dinamis, dan mau menerima wawasan siswanya
yang mungkin lebih dahulu mengetahui melalui berbagai sumber belajar, yang
mungkin saja belum terbaca oleh guru.
Inilah
menurut pengamatan penulis salah satu kelemahan pendidik kita. Secara umum,
guru tidak mau berkorban membenahi sistem pembelajarannya yang hanya bagus
dalam tatanan untuk menyenangkan pimpinan (kepala sekolah) maupun orang tua
malahan masyarakat. Sehingga kemampuan siswa yang seharusnya optimal tidak
terpenuhi.
Siswa yang sejak kecil telah menunjukkan
kemampuan tinggi dalam kognitif (siswa berbakat) ditambah lagi dengan
pendidikan dari pendidik dirumah (khususnya orang tua), guru di sekolah, maupun
guru di lingkungan masyarakat luput dari pantauan guru. Padahal keterkaitan itu akan dapat menimbulkan
kemauan, ketekunan dan kemandirian yang
luar biasa yang terbentuk dari dalam
diri siswa.
Selain itu masih banyak potensi-potensi
daerah yang bisa dikembangkan dan dipaparkan pada siswa misalnya:
memperkenalkan dan memberdayakan mengenai batik Riau. Sehingga mereka tau,
batik bukan hanya ada di Jawa yang selama ini banyak mereka kenal.
http://www.riaudailyphoto.com/2010/04/batik-tabir-riau.html
diakses 23 Maret 2012, menyatakan Batik Riau hadir sejak 1985 melalui ide untuk melestarikan desain
dan budaya Riau Melayu melalui
kain. Selanjutnya masih dalam sumber yang sama, selain di Kota Pekanbaru, batik Riau juga telah
dikembangkan di Kabupaten Siak
dengan nama Batik Tabir,
sedangkan di Kabupaten Kampar
dan juga di Kabupaten Rokan Hulu
dengan memakai motif khas daerah yang bersangkutan.
Siswa dapat kite suruh mengamati setiap
detil khasanah kekayaan Provinsi Riau salah satunye melalui batik dengan segala
corak ragamnya tersebut. Munculkan minat
dan bakat peserta didik, dalam hal seni lukis, bisnis dan sebagainya. Bisa kita
bayangkan hanya dengan satu budaya batik Riau, selain menambah wawasan siswa
akan provinsi Riau, kite juge mampu mengembangkan berbagai peluang kehidupan
peserta didik kelak saat menjadi bahagian dari sistem masyarakat.
Namun sangat disayangkan, ketidakmampuan
ketidak mengertian pemimpin (kepala sekolah) beserta elemen yang berada dalam
sistem sekolah menyebabkan pembelajaran
tersebut kering makna. Mereka tidak mencintai daerahnya dalam arti yang
sebenarnya. Begitu banyak keunggulan daerah yang dapat diberdayakan dalam
membuat pembelajaran bermakna misal memberikan informasi potensi sumber daya
alam yang dimiliki daerah seperti minyak bumi, getah (karet), kelapa dan
sebagainya.
Begitu pula dengan Potensi wisata Riau selain wisata sejarah seperti wisata
Istana Siak juge ade wisata riau lainnye
antara lain seperti
yang dikutip dari
http://www.riaudailyphoto.com/search/label/WISATA%20RIAU
diakses 23 Maret 2012 yaitu wisata pantai Selat Baru Bengkalis, , Istana Sayap
Pelalawan, Danau Zamrud , desa wisata buluhcina.
Pemimpin harus mempunyai kemampuan berpikir
kedepan, mempunyai visi keberhasilan, tanpa itu sulit seorang pemimpin akan
berhasil mengelola lembaga yang dipimpinnya. Pemimpin yang mampu merancang
berbagai kegiatan-kegiatan yang
mengarahkan peserta didik untuk mampu menganalisa berbagai problem tentang sumber
daya yang dimiliki dalam pembelajaran yang sederhana sesuai dengan daya tangkap
masing-masing siswa.
Hal tersebut senada dengan salah satu
teori yang dikemukakan oleh Starratt J.S (2007; 26:27) sebagai berikut: kepemimpinan
mewujud dalam setiap kesadaran atas peran, perasaan bahwa begitu penting dan
berartilah apa yang telah dilakukan atau dicapai para anggota, perasaan bahwa
tindakan yang dituntut memang penuh makna dan nilai, dan kesadaran mendalam
akan dimensi-dimensi heroik dari lembaganya.
Ketidak mampuan pemimpin (kepala
sekolah) dalam mengorganisir seluruh komponen – komponen yang berada dalam
system sekolah, merupakan awal dari
siklus gagalnya tujuan dari organisasi
sebagai suatu system di sekolah. Kegagalan tersebut akan menyebar keseluruh tatanan kehidupan, saat siswa
sebagai salah satu sub system
disekolah setelah menjalani proses
transformasi disekolah, akan menjadi output, terjun kemasyarakat, kemudian
mereka akan menjadi outcome.
Beberapa contoh berikut merupakan
gambaran betapa pengambil kebijakan didaerah ini, yang tidak mengerti dengan
budaya daerahnya seperti:
1.
Masalah Selembayung yang diletakkan di tong
sampah.
Peristiwa ini benar-benar mencoreng
filosofi yang terkandung dalam selembayung. Kritikan tajam dari bapak Tenas Efendi
, budayawan sekaligus ketua umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau,
seperti yang dikutip dari Koran Riau, sabtu, 25 Februari 2012/ 2 Rabiul Akhir
1433 - Edisi 1095 tahun III mengatakan: "Mereka itu memandai-mandai tidak
tahu dengan nilai falsafah budaya melayu. Mereka hanya memikirkan keindahan saja,
dan mengabaikan falsafahnya”
Selanjutnya masih dalam sumber yang sama
bapak Tenas Efendi menjelaskan falsafah selembayung adalah, “kita mengadahkan
tangan untuk mendapatkan rahmat, anugerah dan rahmat kepada ALLAH SWT, agar
rumah kita mendapatkan berkat dari ALLAH SWT”
2.
Masalah Tugu Zapin
Tugu zapin yang terletak didepan gedung
gubernur, sebenarnya merupakan simbol menyambut kedatangan tamu kerajaan. Pada
zaman kerajaan dulu salah satu acara yang disajikan pada saat penyambutan
tamu-tamu agung pembesar kerajaan. Namun sangat disayangkan filosofi yang ada
pada tarian tersebut menjadi tercemar karena sipembuat tugu tidak mengerti dan
tidak bertanya kepada para budayawan
negeri ini, tentang filosofi yang terkandung dalam tarian tersebut.
Tidak adanya konfirmasi dalam setiap
detil pembuatan menyebabkan tugu zapin terkesan
asal siap, asal jadi dan asal segalanya. Wajar pada akhirnya menimbulkan berbagai
polemik di masyarakat. Hal tersebut sangat berbeda bila kita bandingkan dengan
pembuatan patung lilin salah satu cucu Ratu Inggris dibeberapa media. masa
beberapa waktu lalu. Setiap detil pembuatannya selalu di cek ulang oleh
sipembuat patung ke Istana untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Saya sendiri
tidak menyangka hal tersebut adalah patung lilin kalau tidak membaca ulasan
pemberitaan tersebut.
3.
Masalah Sampah
Beberapa hal yang penulis tangkap dari
pemberitaan Koran Riau Pos, 21 Februari 2012 halaman 35 dengan judul “Undang
Investor Jerman Kelola Sampah”, adalah: dari analisis yang dilakukan di
laboratorium, ternyatanya sampah yang dihasilkan oleh Pemko Pekanbaru itu sebaiknya tidak diolah yang sifatnya
untuk tekhnik. Selanjutnya masih dalam sumber yang sama, mereka mengatakan,
sampah yang kita hasilkan sekarang ini lebih cocok digunakan, untuk bahan dasar
pupuk urea karena kadar haranya lebih berorientasi kepada pupuk.
Tulisan diatas sekaligus menggambarkan
ketidakberdayaan dan kepercayaan kita kepada kemampuan sendiri. Kita terlampau bangga
dengan negara lain. Hal ini bukan berarti kita harus tertutup pada
negara-negara yang telah maju.
E. Kesimpulan
1. Pentingnya
komitmen nyata, dari pimpinan untuk merubah pola pikir akan pentingnya
menjadikan keunggulan daerah sebagai awal untuk mencintai daerah, mencintai
budaya daerah, mengenal daerahnya dan memanfaatkan sumber daya alam untuk
kepentingan kesejahteraan rakyat tempatan tersebut.
2. Kesejahteraan
rakyat tempatan (Provinsi Riau), bukan hanya
membawa harum nama Riau sendiri tapi juga Indonesia, karena Provinsi
Riau merupakan salah satu elemen dari sub system di Indonesia.
3. Tidak
mungkin peserta didik (apapun profesinya nanti) akan mampu berpikir mencintai
daerahnya, dan kelak saat terjun ke
masyarakat ( lingkungan eksternal ) akan mampu berpikir untuk menangani
berbagai masalah negeri ini (khususnya provinsi Riau), bila lingkungan internal
sekolah tidak mengajarkannya untuk membiasakan diri mengenal keunggulan
daerahnya.
Daftar
Pustaka
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional
http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=272:apa-yang-seharusnya-diajarkan-kepada-anak-tentang-kota-dan-transportasi-? Diakses
24 Februari 2012.
Koran Riau, sabtu, 25 Februari 2012/ 2 Rabiul Akhir 1433-
Edisi 1095 tahun III.
Starratt J.S (2007). Menghadirkan
Pemimpin Visioner Kiat Menegaskan
Peran Sekolah:
Yogyakarta: Kanisius.
Utami. M (2009) Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka
Cipta.
Harian Pagi Rakyat Riau No. 1397 Tahun VII
Riau Pos, 21 Februari 2012/ 28 Rabiul Awal 1433 halaman 35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar