Selasa, 24 April 2012

Dra. ASMIDA, M. Pd. MEMAKNAI HARI KARTINI

MEMAKNAI HARI KARTINI
Oleh: Dra. ASMIDA, M. Pd
Staf Pengembangan PLS Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru
Persembahan khusus untuk Ibunda Hj. Tengku Sribanun (almh) yang tetap mengutamakan pendidikan dalam apapun kondisi yang dihadapi.

MEMAKNAI HARI KARTINI

17 September 1904 Kartini Wafat. Sang Pejuang  yang berani menantang arus pada masanya itu, meninggalkan begitu banyak cita-cita yang belum kesampaian pada saat itu.  Kartin anak seorang bupati yang bepikiran  kedepan, mempunyai visi sukses, mempunyai keunggulan diri. Keunggulan yang diperolehnya melalui pendidikan. Keberanian orang tua Kartini pada masa itu untuk menyekolahkan anak-anaknya khususnya anak perempuan merupakan awal dari keberhasilan untuk mengubah system pada saat itu, walau masih dalam tatanan keraton.
System Pendidikan disekolah, kemudian ditambah lagi pendidikan  dirumah, yang mengajarkan anak-anak mampu mengemukakan pendapatnya membuat wawasan seorang Kartini semakin cemerlang. Kartini memang anak yang terlahir cerdas, berani mengemukakan pendapatnya sendiri. Kemandirian, kepekaan seorang Kartini terhadap penderitaan rakyat didaerahnya (Jawa) terbentuk dari hati yang bersih.
Hal tersebut dapat kita lihat seperti salah satu penggal dialog film Kartini berikut:
 Adik-adikku disinilah kita harus mulai, ……kita harus pandai dan mandiri.
Menurut pendapat saya, hari kartini jangan dipandang sebagai suatu hal bersifat ceremonial saja. Tetapi pendidik negeri ini hendaknya lebih mampu, memaknai perjuangan seorang kartini melalui karyanya, kepeduliannya terhadap masyarakat, kepeduliannya terhadap kaum perempuan yang sering tertindas karena system pada masa itu.
Kartini memang telah pergi untuk selamanya lebih dari seratus tahun yang lalu, tapi perjuangannya harus diteruskan. Perjuangan dalam wujud nyata. Bukan hanya melalui nyanyian, atau membacakan isi surat yang dibuat Kartini dalam masa pengasingannya. Surat yang ditujukan pada sahabatnya di Belanda, atau membacakan pendapat-pendapat kartini sewaktu bersama dengan abang dan adik-adiknya, atau berlenggang lenggok dengan kebaya seperti Kartini. Menurut penulis bukan itu yang diinginkan seorang Kartini. Pejuang wanita jawa yang membebaskan kaumnya dari belenggu kebodohan melalui pendidikan.
Tidak kalah dari pulau Jawa sebenarnya di Provinsi Riau sendiri terdapat Tokoh Wanita Melayu Riau yang ingin kaumnya terbebas dari kebodohan seperti yang dikutip dari  http://www.riaudailyphoto.com/search/label/MALAY%20CULTURE yang menyebutkan Tokoh Wanita Melayu Riau yang sangat berperan dalam mengembangkan kerajinan kain tenun songket melayu Siak di Riau adalah TENGKU MAHARATU. Tengku Maharatu adalah permaisuri Sultan Syarif Kasim II yang kedua, setelah permaisuri pertama, Tengku Agung meninggal dunia. Dia melanjutkan perjuangan kakaknya dalam meningkatkan kedudukan kaum perempuan di Siak dan sekitarnya, yaitu dengan mengajarkan cara bertenun yang kemudian dikenal dengan nama tenun Siak. Tenun Siak yang merupakan hasil karya kaum perempuan telah menjadi pakaian adat Melayu Riau yang dipergunakan dalam pakaian adat pernikahan dan upacara lainnya. Berkat perjuangan permaisuri pertama yang dilanjutkan oleh permaisuri kedua, perempuan yang tamat dari sekolah Madrasatun Nisak dapat menjadi mubalighat dan memberi dakwah, terutama kepada kaum perempuan.
Dengan demikian para pendidik khususnya harus mampu mencermati makna hari kartini dipandang dari berbagai aspek pembelajaran, sehingga diharapkan mampu menggugah kartini-kartini baru di negeri bumi lancang kuning ini untuk lebih maju dalam pola pikir melebihi Kartini pada zamannya. Semoga.

Sekianlah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar