Selasa, 01 Mei 2012

Dra. ASMIDA, M. Pd. Artikel Metode Pembelajaran Sebagai Salah Satu Aspek Paradigma Baru Dalam Pendidikan


ISU-ISU KRITIS PENDIDIKAN

METODE PEMBELAJARAN SEBAGAI SALAH SATU ASPEK PARADIGMA BARU DALAM PENDIDIKAN

Tugas Individu
Mata Kuliah: Isu-Isu Kritis Pendidikan

Dosen: Prof. Dr. H. M. Diah, M. Pd

Oleh:
ASMIDA
No. Reg: 7617101479

PROGRAM STUDI DOKTOR (S-3)
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012


ISU-ISU KRITIS PENDIDIKAN

METODE PEMBELAJARAN SEBAGAI SALAH SATU ASPEK PARADIGMA BARU DALAM PENDIDIKAN

Oleh:
ASMIDA / 7617101479/S-3 MP UNJ
HP: 08127620849
Email: asmidas3mpunj@yahoo.com


A.  Latar Belakang
Dunia pendidikan kita menurut penulis seperti pohon yang tercabut dari akarnya. Terombang ambing tidak tentu arah, masing – masing individu yang merupakan komponen dari system dalam masyarakat, hanya mampu saling menyalahkan, tidak mau mengoreksi diri. Apa yang salah dari negeri ini. Masing-masing kita mempunyai pandangan yang berbeda untuk menanggapinya. Silakan saja berargumentasi. Hal tersebut sah-sah saja, kita memang tidak sama, dan jangan disamakan. Indonesia ini ada karena perbedaan. Perbedaan budaya tiap daerah, perbedaan sumber daya alam, perbedaan dalam berpikir dan bersikap dan sebagainya.
Perbedaan – perbedaan inilah menurut penulis yang tidak mampu disikapi oleh berbagai komponen yang merupakan sub system dari system negeri ini. Bila kita lihat kebelakang, akar permasalahannya sebenarnya ada pendidikan. Pendidikan kita yang tidak mampu menyikapi persaingan dunia global. Ketertinggalan dunia pendidikan kita dari negara-negara lain, kita ambil saja, seperti negara Malaysia. Di Malaysia tujuan pendidikannya jelas arah yang dituju dan konsisten.
http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/perbandingan-sistem-pendidikan-indonesia-dan-malaysia/ diakses 17 Maret 2012,  menyatakan siswa pada jurusan vokasional (teknik) akan mempelajari bidang studi vokasional yang berhubungan dengan bidang studi lain yang identik kepada silabus sekolah umum lainnya. Mereka diharuskan untuk mengikuti Peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia Vokasional (SPMV) pada akhir tahun ajaran kedua. Bagi siswa yang mempunyai hasil yang baik bisa melanjutkan studi mereka ke lembaga pendidikan tinggi local atau langsung masuk ke pasar kerja.
Hal tersebut yang penulis katakan terarah dan konsisten. Sedangkan di negara Indonesia, berlaku sebaliknya. Kita tidak mempersiapkan pasar kerja yang seimbang dengan kelulusan, begitu pula dengan siswa yang benar-benar mempunyai prestasi untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi luput dari pantauan. Semuanya bercampur aduk. Sekolah sebagai suatu sistem tidak mampu mengarahkan komponen-komponen sebagai sub sistem disekolah sebagai warga yang siap belajar.

Dari hasil pengamatan, menurut penulis  pendidikan kita tidak mampu menyiapkan peserta didik yang siap belajar, sehingga saat mereka berada diluar lingkungan sekolah, saat mereka menjadi bahagian dari masyarakat sepenuhnya, mereka seperti linglung, tidak bisa bersikap, terkejut menghadapi berbagai tantangan luar yang semakin berat.  Siswa kita terlampau manja dan dimanjakan, semua disuapkan. Kita tidak mau merubah paradigma kita selama ini, salah satunya tentang metode pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di kelas.
Tulisan singkat ini mencoba menggugah pandangan kita akan pentingnya merubah paradigma kita selama ini, dalam kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan yang bernama sekolah.

B.  Metode Pembelajaran Sebagai Salah Satu Aspek Paradigma Baru Dalam Pendidikan

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/ Diakses 18 Maret 2012, menjelaskan metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Beberapa metode pembelajaran yang diambil dari http://belajarpsikologi.com/macam-macam-metode-pembelajaran/diakses 28 Februari 2012 , yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik dalam proses pembelajarannya di kelas  yaitu:
1.    Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.

2.    Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
3.    Metode Demonstrasi
Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses bekerjanya? Bagaimana proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran adalah bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.
4.    Metode Eksperimental
Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.
5.     Metode Study Tour (Karya wisata)
Metode study tour Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.
6.    Metode Latihan Keterampilan
Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.
7.    Peer Theaching Method
Metode Peer Theaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri.
8.    Metode Pemecahan Masalah (problem solving method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.
Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya.
9.    Metode Global (ganze method)
Metode Global yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut.
Berbagai metode pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan guru dalam kegiatan pembelajarannya. Menurut penulis, tidak ada satupun metode yang benar-benar unggul, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, gurulah yang harus mempunyai kemampuan untuk mengolahnya disesuaikan dengan kemampuan kognitif yang dimiliki siswa sehingga tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan oleh guru tercapai.
Oleh sebab itu diperlukan perubahan paradigma dalam pembelajaran, selama ini kecendrungan kite dalam menyampaikan materi pembelajaran selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan pembelajaran berlangsung hanya satu arah. Semua kegiatan saat pembelajaran dilakukan oleh guru dari awal sampai akhir, sedangkan murid duduk diam, dengar, dan catat. Metode-metode seperti itulah yang seharusnya tidak kita pertahankan lagi kalau kita menginginkan anak didik lebih mampu berpikir lebih maju kedepan bukan kebelakang. Merubah paradigma memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tapi kita harus mulai paling tidak untuk diri sendiri. 
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Endang Suryana   dalam menggugah perspektif masyarakat terhadap paradigma baru sistem pendidikan (nasional) menyatakan bahwa Output yang bagaimana yang dapat kita harapkan dari suatu proses perubahan pendidikan dalam menuju kearah peningkatan kualitas adalah tergantung dari bagaimana kita mengimplemantisakan, dengan tetap berkomitmen dan berpegang pada aspek perubahan paradigma baru sistem pendidikan dan stressing nya difokuskan terhadap hal-hal berikut ini :

1.    Sistem Pendidikan harus diimplementasikan dengan berpegang pada prinsip “muatan lokal, orientasi global”
2.    Konten dan kurikulum yang dibuat harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik)
3.    Proses belajar mengajar harus berorientasi pada pemecahan masalah riil dalam kehidupan, tidak sekedar mengawang-awang (problem base learning)
4.    Fasilitas sarana dan prasarana harus berbasis teknologi informasi agar dapat tercipta jejaring pendidikan antar sekolah dan lembaga lainnya
5.    Sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan harus mempunyai kemampuan multi dimensi yang dapat merangsang multi intelejensia peserta didik
6.    Manajemen pendidikan harus berbasis sekolah ? Sistem informasi terpadu untuk menunjang proses administrasi dan strategis
7.    Otoritas pemerintah daerah diharapkan lebih berperan dalam menunjang infrastruktur dan suprastruktur pendidikan ? Sesuai strategi otonomi daerah yang diterapkan secara nasional.



C.  Analisis Masalah
Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik, agar pembelajaran bermakna bagi anak didiknya. Pendidik yang mempunyai kemampuan tinggi dalam penguasaan materi pelajaran ditambah kecintaan terhadap profesinya, tidak akan pernah membiarkan dirinya keluar dari kelas tanpa mengetahui kemajuan anak didiknya walau hanya sedikit. Namun sangat sulit, menemukan pendidik yang seperti itu saat sekarang.
Berdasarkan pengamatan maupun dari hasil wawancara tidak terstruktur dengan orang-orang yang berkompeten dalam bidang pendidikan, penulis berpendapat secara umum, guru-guru seperti melepas utang, selesai mengajar bubar, begitu pula yang telah sertifikasi lebih parah lagi yang penting target jam untuk sertifikasi tercukupi. Selain itu, guru-guru lebih banyak mengeluh menghadapi siswa.
Hal tersebut sangat manusiawi karena yang setiap hari berhadapan dengan siswa adalah guru. Namun sayang kita hanya pandai dan lebih banyak mengeluh, siswa tidak menghargai sesame teman apalagi orang tua (apakah orang tua dirumah, guru atau lingkungan). Tapi sangat sulit kita mau bercermin (mudah-mudahan cermin kita tidak pecah), apa akar permasalahannya.
Mungkin kalau dihitung-hitung kita lebih banyak menghabiskan waktu membicarakan kekayaan pribadi maupun orang lain dan sebagainya dari pade meluangkan waktu, untuk membicarakan interaksi akademis kemajuan anak didik. Kalaulah hal seperti ini terus dipertahankan dan kurangnya kesadaran yang tinggi dari kawan-kawan guru, jangan heran kalau berbagai kenakalan remaja ke arah yang anarkis, brutal akan semakin banyak kita temui.
  Masalah kenakalan remaja sebenarnya bukanlah hal yang baru, namun semakin canggihnya kemajuan tekhnologi dan kebebasan yang salah kaprah, menjadikan kenakalan itu berbeda bentuk. Salah satu contoh masih  segar dalam ingatan kita betape anak remaja yang tergabung dalam geng motor menyerang Mapolresta Pekanbaru, karena mereka tidak senang ketua mereka ditangkap oleh polisi.
Kapolresta  seperti yang ditulis oleh Harian Pagi Rakyat Riau No. 1397 Tahun VII Selasa, 28 Februari 2012, menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap pelaku diketahui tindakan penyerangan dan perusakan terhadap kantor kepolisian karena mereka tidak terima penangkapan yang dilakukan polisi terhadap ketua kelompoknya, BG beberapa waktu lalu disebuah SPBU di Sukajadi. Padahal, kata Adang, penangkapan terhadap tersangka penganiayaan tersebut telah sesuai prosedur.
 Terlepas dari keinginan untuk membela kawan yang ditahan, penulis berpendapat kejadian tersebut menggambarkan salah satu sisi buram dunia pendidikan kite. Timbul satu pertanyaan, diantara banyak pertanyaan yang ingin disampaikan. Sudahkah kita mengajarkan mereka (siswa) cara berperilaku melalui proses pembelajaran dalam apapun materi yang kita (guru) ajarkan? Mungkin hanya sedikit sekali guru melakukan hal tersebut, dan kalaupun ada, guru tersebut akan menjadi hal yang aneh bagi guru yang lainnya.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Fromm. E, Illich. I, Freire P. (2006: 197) sebagai berikut: Kalau sampai seorang guru menyimpang cukup jauh dari peran tradisionalnya, guru-guru lain akan memandang dia sebagai guru “jelek” karena cara mengajarnya lain, atau malah menganggap dia sebagai ancaman karena mengisyaratkan bahwa metode pengajaran mereka sudah ketinggalan zaman.
Menurut penulis hal tersebut benar adanya, metode pembelajaran kita selalu menjadikan siswa sebagai objek. Hal tersebut bukan berarti, guru tidak mengetahui cara mengajar. Begitu banyak guru-guru yang sudah dilatih tentang metode pembelajaran, namun saat mereka dilapangan menghadapi siswa, para guru dengan berbagai alasan  masih enggan menerapkannya, dan tetap menggunakkan pola lama (metode ceramah). Kurangnya komitmen dari setiap unsur yang berada dalam sistem sekolah membuat pembelajaran yang seharusnya bermakna untuk menggali kemampuan yang terpendam dari siswa hilang. Padahal dengan pembelajaran yang dilakukan berorientasi kepada siswa dan secara multi arah, memungkinkan terjadinya proses interaksi akademis.
Dengan terjadinya interaksi akademis diharapkan akan menstimulir para siswa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, proaktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya saat mereka menjadi bahagian dari sub sistem masyarakat.
Timbul pertanyaan, apakah salah kalau guru memakai pola lama? Jawabannya tentu tidak, namun saat kapan kita menggunakannya, itulah yang kurang disadari oleh pendidik (guru) pada umumnya. Dari wawancara tidak terstruktur dengan beberapa orang guru, didapat informasi antara lain:
“Kalau pakai metode baru, banyak menghabiskan waktu”, sedangkan materi yang diajarkan banyak”.
 Pendapat lain lagi seperti yang terungkap berikut:
“Buat penat aje, nanti lulus juge UN, padahal…….
Terlepas dari kesalahan pemerintah yang penulis simpulkan dari berbagai pendapat para pakar maupun dari hasil diskusi di berbagai media, menurut penulis kalimat-kalimat bersifat pesimis tersebut, sebenarnya tidak perlu terjadi. Ingat guru adalah orang pertama yang dikenal anak didik di sekolah, guru harus fokus akan tugas yang diembannya. Kalau mau jujur, guru kita sekarang jauh lebih layak kehidupannya dibanding guru beberape tahun yang lalu, apelagi sejak otonomi daerah perhatian pemerintah akan kesejahteraan guru secara umum jauh lebih baik, hal tersebut dapat kite lihat dari minat yang ditunjukkan oleh berbagai kalangan untuk memilih  profesi menjadi seorang guru.
Selain itu berdasarkan pengamatan adanya paradigma yang mengatakan, siswa yang baik adalah siswa yang diam, siswa harus patuh tidak boleh melawan, menurut semua yang dikatakan guru dan sebagainya. Hal tersebut nampaknya sudah membudaya di negeri ini. Hal ini bukan berarti, kita mentolerir siswa berbuat seenaknya supaya kita menjadi guru favorit, tetapi guru harus mempunyai seni dalam tugas keprofesionalannya. Pada saat kapan mereka memarahi kesalahan siswa, pada saat kapan mereka memuji keberhasilan siswa dan sebagainya. Sehingga siswa telah diajar sejak dini untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itu diperlukan perubahan pandangan, kalau kita kelak mau menjadikan para generasi penerus negeri ini, menjadi orang yang kritis, orang yang berani berinovasi, dan mandiri. Generasi yang mampu menegakkan kepalanya dihadapan negara-negara lain, karena ia bisa sejajar dengan mereka, mampu berkarya mampu menciptakan hal-hal yang baru, mampu berpikir kedepan, dalam berbagai persaingan baik segi budaya, tekhnologi informasi dan sebagainya. Kemampuan tersebut tidak datang begitu saja tapi dibentuk, dilembaga pendidikan yang bernama sekolah.
Sekolah sebagai suatu sistem merupakan tempat anak didik pertama kali mengenal berbagai perbedaan. Sekolah jugalah tempat siswa mengenal dan belajar berbagai watak manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, melalui pergaulan sehari-hari antar siswa maupun melalui proses pembelajaran dikelas. Memecahkan berbagai masalah, berpikir kritis yang pada akhirnya muncul kemampuan berinovasi. Semua itu membutuhkan peran guru. Guru yang mau berkorban waktu dan tenaga untuk berpikir apa yang harus ia lakukan untuk bekal anak didiknya, guru yang punya keunggulan personal, guru yang mampu menggali kemampuan siswanya dengan berbagai cara.
 Misal guru dapat menggali materi pembelajaran berdasarkan sumber daya alam atau kekayaan  budaya suatu daerah misalnya: memperkenalkan dan memberdayakan mengenai batik Riau. Sehingga mereka tau, batik bukan hanya ada di Jawa yang selama ini banyak mereka kenal http://www.riaudailyphoto.com/2010/04/batik-tabir-riau.html diakses 23 Maret 2012, menyatakan Batik Riau hadir sejak 1985 melalui ide untuk melestarikan desain dan budaya Riau Melayu melalui kain. Selanjutnya masih dalam sumber yang sama, selain di Kota Pekanbaru, batik Riau juga telah dikembangkan di Kabupaten Siak dengan nama Batik Tabir, sedangkan di Kabupaten Kampar dan juga di Kabupaten Rokan Hulu dengan memakai motif khas daerah yang bersangkutan.
Siswa dapat kite suruh mengamati setiap detil khasanah kekayaan Provinsi Riau salah satunye melalui batik dengan segala corak ragamnya tersebut. Munculkan  minat dan bakat peserta didik, dalam hal seni lukis, bisnis dan sebagainya. Bisa kita bayangkan hanya dengan satu budaya batik Riau, selain menambah wawasan siswa akan provinsi Riau, kite juge mampu mengembangkan berbagai peluang kehidupan peserta didik kelak saat menjadi bahagian dari sistem masyarakat.
 Hal tersebut senada dengan  yang diungkapkan oleh Mohammad Angku Sjafei puluhan tahun yang lalu sejak zaman penjajahan sampai kemerdekaan seperti yang dikutip dari Warta Paudni Tahun XIV Edisi Tahun 2011 halaman 36 menyatakan keterampilan tangan dengan pemanfaatan kekayaan alam adalah kunci utama dalam pendidikan. Masih dalam sumber yang sama, orientasi terhadap pendidikan dengan keterampilan tangan tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan Angku Sjafei yang pernah belajar pendidikan guru di Belanda, selain itu ia juga mengikuti sejumlah kelas keterampilan, seperti musik, kerajinan tangan dan mengarang.
Selain hal tersebut, peran masyarakat dalam pendidikan sangat dibutuhkan antara lain orang tua siswa yang kemampuan ekonominya berlebih dapat diarahkan oleh kepala sekolah untuk membantu dana bagi siswa yang pintar atau punya kemampuan dalam otak (kognitif), sehingga siswa yang pintar tapi kurang mampu dalam pembiayaan tersebut terbantu untuk pendidikannya, dengan demikian kesedihan siswa yang pintar  walau dalam kehidupan yang tidak mencukupi dapat agak terobati.  Jangan sampai terjadi kita cepat membantu begitu banyak anak orang kaya yang kurang mampu dalam otak (kognitif), tapi kita luput membantu satu anak orang yang kurang mampu dalam ekonomi tapi mampu dalam otak (kognitif).

D.  Kesimpulan

1.    Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.    Sekolah sebagai suatu sistem merupakan tempat anak didik pertama kali mengenal berbagai perbedaan. Sekolah jugalah tempat siswa mengenal dan belajar berbagai watak manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, melalui pergaulan sehari-hari antar siswa maupun melalui proses pembelajaran dikelas.


























DAFTAR PUSTAKA


Fromm. E, Illich. I, Freire P. (2006), Menggugat Pendidikan.
                  Fundamentalis, konservatif, liberal, anarkis. Jakarta: Pustaka
                  Pelajar.


Harian Pagi Rakyat Riau No. 1397 Tahun VII Selasa, 28 Februari 2012.
Warta Paudni Tahun XIV Edisi Tahun 2011 halaman 36


Tidak ada komentar:

Posting Komentar