ISU-ISU KRITIS PENDIDIKAN
METODE PEMBELAJARAN SEBAGAI SALAH SATU ASPEK PARADIGMA
BARU DALAM PENDIDIKAN
Tugas Individu
Mata Kuliah: Isu-Isu Kritis Pendidikan
Dosen: Prof. Dr. H. M. Diah, M. Pd
Oleh:
ASMIDA
No. Reg: 7617101479
PROGRAM STUDI DOKTOR (S-3)
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
ISU-ISU KRITIS PENDIDIKAN
METODE PEMBELAJARAN SEBAGAI SALAH SATU ASPEK
PARADIGMA BARU DALAM PENDIDIKAN
Oleh:
ASMIDA
/ 7617101479/S-3 MP UNJ
HP:
08127620849
Email:
asmidas3mpunj@yahoo.com
A. Latar
Belakang
Dunia pendidikan kita menurut penulis seperti pohon yang
tercabut dari akarnya. Terombang ambing tidak tentu arah, masing – masing
individu yang merupakan komponen dari system dalam masyarakat, hanya mampu
saling menyalahkan, tidak mau mengoreksi diri. Apa yang salah dari negeri ini.
Masing-masing kita mempunyai pandangan yang berbeda untuk menanggapinya. Silakan
saja berargumentasi. Hal tersebut sah-sah saja, kita memang tidak sama, dan
jangan disamakan. Indonesia ini ada karena perbedaan. Perbedaan budaya tiap
daerah, perbedaan sumber daya alam, perbedaan dalam berpikir dan bersikap dan
sebagainya.
Perbedaan – perbedaan inilah menurut penulis yang tidak mampu
disikapi oleh berbagai komponen yang merupakan sub system dari system negeri
ini. Bila kita lihat kebelakang, akar permasalahannya sebenarnya ada
pendidikan. Pendidikan kita yang tidak mampu menyikapi persaingan dunia global.
Ketertinggalan dunia pendidikan kita dari negara-negara lain, kita ambil saja, seperti
negara Malaysia. Di Malaysia tujuan pendidikannya jelas arah yang dituju dan
konsisten.
http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/perbandingan-sistem-pendidikan-indonesia-dan-malaysia/ diakses 17 Maret 2012, menyatakan siswa
pada jurusan vokasional (teknik) akan mempelajari bidang studi vokasional yang berhubungan
dengan bidang studi lain yang identik kepada silabus sekolah umum lainnya.
Mereka diharuskan untuk mengikuti Peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia
Vokasional (SPMV) pada akhir tahun ajaran kedua. Bagi siswa yang mempunyai
hasil yang baik bisa melanjutkan studi mereka ke lembaga pendidikan tinggi
local atau langsung masuk ke pasar kerja.
Hal
tersebut yang penulis katakan terarah dan konsisten. Sedangkan di negara
Indonesia, berlaku sebaliknya. Kita tidak mempersiapkan pasar kerja yang
seimbang dengan kelulusan, begitu pula dengan siswa yang benar-benar mempunyai
prestasi untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi luput dari pantauan. Semuanya
bercampur aduk. Sekolah sebagai suatu sistem tidak mampu mengarahkan
komponen-komponen sebagai sub sistem disekolah sebagai warga yang siap belajar.
Dari hasil pengamatan, menurut penulis pendidikan kita tidak mampu menyiapkan peserta
didik yang siap belajar, sehingga saat mereka berada diluar lingkungan sekolah,
saat mereka menjadi bahagian dari masyarakat sepenuhnya, mereka seperti
linglung, tidak bisa bersikap, terkejut menghadapi berbagai tantangan luar yang
semakin berat. Siswa kita terlampau
manja dan dimanjakan, semua disuapkan. Kita tidak mau merubah paradigma kita
selama ini, salah satunya tentang metode pembelajaran yang dilakukan oleh
pendidik di kelas.
Tulisan singkat ini mencoba menggugah pandangan kita akan
pentingnya merubah paradigma kita selama ini, dalam kegiatan pembelajaran di
lembaga pendidikan yang bernama sekolah.
B. Metode Pembelajaran Sebagai Salah Satu Aspek
Paradigma Baru Dalam Pendidikan
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/ Diakses 18 Maret 2012, menjelaskan metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Beberapa
metode pembelajaran yang diambil dari http://belajarpsikologi.com/macam-macam-metode-pembelajaran/diakses 28 Februari 2012 , yang dapat
dilakukan oleh seorang pendidik dalam proses pembelajarannya di kelas yaitu:
1.
Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah
adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok
pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif
besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai
beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya
inspirasi bagi pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
Gage dan Berliner (1981), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
Metode
pembelajaran diskusi
adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau
saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi
merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil
penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak
dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam
transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding
penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan
kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
3.
Metode
Demonstrasi
Metode
pembelajaran demontrasi
merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif untuk menolong siswa mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana cara mengaturnya?
Bagaimana proses bekerjanya? Bagaimana proses mengerjakannya. Demonstrasi
sebagai metode pembelajaran adalah bilamana seorang guru atau seorang
demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa
memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu
alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.
4.
Metode
Eksperimental
Metode
pembelajaran eksperimental
adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya.
Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.
5.
Metode Study Tour (Karya wisata)
Metode study tour Study tour (karya
wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu
objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan
dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi
oleh pendidik.
6.
Metode
Latihan Keterampilan
Metode
latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan
keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung
ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan
manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini
bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.
7.
Peer
Theaching Method
Metode Peer
Theaching sama
juga dengan mengajar sesama teman, yaitu suatu metode mengajar yang dibantu
oleh temannya sendiri.
8.
Metode
Pemecahan Masalah (problem solving method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah)
bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.
Metode
problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan
wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang
guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan
pendapatnya.
9.
Metode Global (ganze method)
Metode Global
yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi,
kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari
materi tersebut.
Berbagai
metode pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan guru dalam kegiatan
pembelajarannya. Menurut penulis, tidak ada satupun metode yang benar-benar unggul,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, gurulah yang harus mempunyai
kemampuan untuk mengolahnya disesuaikan dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
siswa sehingga tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan oleh guru tercapai.
Oleh sebab itu diperlukan perubahan paradigma dalam
pembelajaran, selama ini kecendrungan kite dalam menyampaikan materi
pembelajaran selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan pembelajaran
berlangsung hanya satu arah. Semua kegiatan saat pembelajaran dilakukan oleh
guru dari awal sampai akhir, sedangkan murid duduk diam, dengar, dan catat.
Metode-metode seperti itulah yang seharusnya tidak kita pertahankan lagi kalau
kita menginginkan anak didik lebih mampu berpikir lebih maju kedepan bukan
kebelakang. Merubah paradigma memang tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan, tapi kita harus mulai paling tidak untuk diri sendiri.
Hal tersebut sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Endang Suryana
dalam menggugah perspektif masyarakat
terhadap paradigma baru sistem pendidikan (nasional) menyatakan bahwa Output yang bagaimana
yang dapat kita harapkan dari suatu proses perubahan pendidikan dalam menuju
kearah peningkatan kualitas adalah tergantung dari bagaimana kita
mengimplemantisakan, dengan tetap berkomitmen dan berpegang pada aspek
perubahan paradigma baru sistem pendidikan dan stressing nya difokuskan
terhadap hal-hal berikut ini :
1.
Sistem
Pendidikan harus diimplementasikan dengan berpegang pada prinsip “muatan lokal,
orientasi global”
2. Konten dan kurikulum yang dibuat
harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa (kognitif, afektif dan
psikomotorik)
3. Proses belajar mengajar harus
berorientasi pada pemecahan masalah riil dalam kehidupan, tidak sekedar
mengawang-awang (problem base learning)
4. Fasilitas sarana dan prasarana harus
berbasis teknologi informasi agar dapat tercipta jejaring pendidikan antar
sekolah dan lembaga lainnya
5. Sumber daya manusia yang terlibat
dalam proses pendidikan harus mempunyai kemampuan multi dimensi yang dapat
merangsang multi intelejensia peserta didik
6. Manajemen pendidikan harus berbasis
sekolah ? Sistem informasi terpadu untuk menunjang proses administrasi dan
strategis
7.
Otoritas pemerintah daerah diharapkan lebih berperan dalam
menunjang infrastruktur dan suprastruktur pendidikan ? Sesuai strategi otonomi
daerah yang diterapkan secara nasional.
C. Analisis Masalah
Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik, agar
pembelajaran bermakna bagi anak didiknya. Pendidik yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam penguasaan materi pelajaran ditambah kecintaan terhadap
profesinya, tidak akan pernah membiarkan dirinya keluar dari kelas tanpa
mengetahui kemajuan anak didiknya walau hanya sedikit. Namun sangat sulit,
menemukan pendidik yang seperti itu saat sekarang.
Berdasarkan pengamatan maupun dari hasil wawancara tidak
terstruktur dengan orang-orang yang berkompeten dalam bidang pendidikan, penulis
berpendapat secara umum, guru-guru seperti melepas utang, selesai mengajar
bubar, begitu pula yang telah sertifikasi lebih parah lagi yang penting target
jam untuk sertifikasi tercukupi. Selain itu, guru-guru lebih banyak mengeluh
menghadapi siswa.
Hal tersebut sangat manusiawi karena yang setiap hari berhadapan
dengan siswa adalah guru. Namun sayang kita hanya pandai dan lebih banyak mengeluh,
siswa tidak menghargai sesame teman apalagi orang tua (apakah orang tua
dirumah, guru atau lingkungan). Tapi sangat sulit kita mau bercermin
(mudah-mudahan cermin kita tidak pecah), apa akar permasalahannya.
Mungkin kalau dihitung-hitung kita lebih banyak menghabiskan
waktu membicarakan kekayaan pribadi maupun orang lain dan sebagainya dari pade meluangkan
waktu, untuk membicarakan interaksi akademis kemajuan anak didik. Kalaulah hal
seperti ini terus dipertahankan dan kurangnya kesadaran yang tinggi dari kawan-kawan
guru, jangan heran kalau berbagai kenakalan remaja ke arah yang anarkis, brutal
akan semakin banyak kita temui.
Masalah kenakalan remaja sebenarnya bukanlah
hal yang baru, namun semakin canggihnya kemajuan tekhnologi dan kebebasan yang
salah kaprah, menjadikan kenakalan itu berbeda bentuk. Salah satu contoh masih segar dalam ingatan kita betape anak remaja
yang tergabung dalam geng motor menyerang Mapolresta Pekanbaru, karena
mereka tidak senang ketua mereka ditangkap oleh polisi.
Kapolresta seperti yang ditulis oleh Harian Pagi Rakyat
Riau No. 1397 Tahun VII Selasa, 28 Februari 2012, menjelaskan hasil pemeriksaan
terhadap pelaku diketahui tindakan penyerangan dan perusakan terhadap kantor
kepolisian karena mereka tidak terima penangkapan yang dilakukan polisi
terhadap ketua kelompoknya, BG beberapa waktu lalu disebuah SPBU di Sukajadi. Padahal,
kata Adang, penangkapan terhadap tersangka penganiayaan tersebut telah sesuai
prosedur.
Terlepas dari keinginan untuk membela kawan
yang ditahan, penulis berpendapat kejadian tersebut menggambarkan salah satu
sisi buram dunia pendidikan kite. Timbul satu pertanyaan, diantara banyak
pertanyaan yang ingin disampaikan. Sudahkah kita mengajarkan mereka (siswa) cara
berperilaku melalui proses pembelajaran dalam apapun materi yang kita (guru)
ajarkan? Mungkin hanya sedikit sekali guru melakukan hal tersebut, dan kalaupun
ada, guru tersebut akan menjadi hal yang aneh bagi guru yang lainnya.
Hal tersebut sejalan
dengan apa yang diungkapkan oleh Fromm. E, Illich. I, Freire P. (2006: 197)
sebagai berikut: Kalau sampai seorang guru menyimpang cukup jauh dari peran
tradisionalnya, guru-guru lain akan memandang dia sebagai guru “jelek” karena
cara mengajarnya lain, atau malah menganggap dia sebagai ancaman karena
mengisyaratkan bahwa metode pengajaran mereka sudah ketinggalan zaman.
Menurut penulis hal tersebut benar adanya, metode pembelajaran
kita selalu menjadikan siswa sebagai objek. Hal tersebut bukan berarti, guru
tidak mengetahui cara mengajar. Begitu banyak guru-guru yang sudah dilatih tentang
metode pembelajaran, namun saat mereka dilapangan menghadapi siswa, para guru dengan
berbagai alasan masih enggan
menerapkannya, dan tetap menggunakkan pola lama (metode ceramah). Kurangnya
komitmen dari setiap unsur yang berada dalam sistem sekolah membuat
pembelajaran yang seharusnya bermakna untuk menggali kemampuan yang terpendam
dari siswa hilang. Padahal dengan pembelajaran yang dilakukan berorientasi
kepada siswa dan secara multi arah, memungkinkan terjadinya proses interaksi akademis.
Dengan terjadinya interaksi akademis diharapkan akan menstimulir
para siswa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, proaktif, mau
saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir
kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan
pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya
perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang
sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya
saat mereka menjadi bahagian dari sub sistem masyarakat.
Timbul pertanyaan, apakah salah kalau guru memakai pola lama?
Jawabannya tentu tidak, namun saat kapan kita menggunakannya, itulah yang
kurang disadari oleh pendidik (guru) pada umumnya. Dari wawancara tidak
terstruktur dengan beberapa orang guru, didapat informasi antara lain:
“Kalau pakai metode
baru, banyak menghabiskan waktu”, sedangkan materi yang diajarkan banyak”.
Pendapat lain lagi
seperti yang terungkap berikut:
“Buat penat aje, nanti
lulus juge UN, padahal…….
Terlepas dari kesalahan pemerintah yang penulis simpulkan dari
berbagai pendapat para pakar maupun dari hasil diskusi di berbagai media,
menurut penulis kalimat-kalimat bersifat pesimis tersebut, sebenarnya tidak
perlu terjadi. Ingat guru adalah orang pertama yang dikenal anak didik di sekolah,
guru harus fokus akan tugas yang diembannya. Kalau mau jujur, guru kita
sekarang jauh lebih layak kehidupannya dibanding guru beberape tahun yang lalu,
apelagi sejak otonomi daerah perhatian pemerintah akan kesejahteraan guru
secara umum jauh lebih baik, hal tersebut dapat kite lihat dari minat yang
ditunjukkan oleh berbagai kalangan untuk memilih profesi menjadi seorang guru.
Selain itu berdasarkan pengamatan adanya paradigma yang
mengatakan, siswa yang baik adalah siswa yang diam, siswa harus patuh tidak
boleh melawan, menurut semua yang dikatakan guru dan sebagainya. Hal tersebut
nampaknya sudah membudaya di negeri ini. Hal ini bukan berarti, kita mentolerir
siswa berbuat seenaknya supaya kita menjadi guru favorit, tetapi guru harus
mempunyai seni dalam tugas keprofesionalannya. Pada saat kapan mereka memarahi
kesalahan siswa, pada saat kapan mereka memuji keberhasilan siswa dan
sebagainya. Sehingga siswa telah diajar sejak dini untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya. Oleh sebab itu diperlukan perubahan pandangan, kalau kita kelak
mau menjadikan para generasi penerus negeri ini, menjadi orang yang kritis,
orang yang berani berinovasi, dan mandiri. Generasi yang mampu menegakkan
kepalanya dihadapan negara-negara lain, karena ia bisa sejajar dengan mereka,
mampu berkarya mampu menciptakan hal-hal yang baru, mampu berpikir kedepan,
dalam berbagai persaingan baik segi budaya, tekhnologi informasi dan
sebagainya. Kemampuan tersebut tidak datang begitu saja tapi dibentuk,
dilembaga pendidikan yang bernama sekolah.
Sekolah sebagai suatu sistem merupakan tempat anak didik pertama
kali mengenal berbagai perbedaan. Sekolah jugalah tempat siswa mengenal dan
belajar berbagai watak manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, melalui
pergaulan sehari-hari antar siswa maupun melalui proses pembelajaran dikelas. Memecahkan
berbagai masalah, berpikir kritis yang pada akhirnya muncul kemampuan
berinovasi. Semua itu membutuhkan peran guru. Guru yang mau berkorban waktu dan
tenaga untuk berpikir apa yang harus ia lakukan untuk bekal anak didiknya, guru
yang punya keunggulan personal, guru yang mampu menggali kemampuan siswanya dengan
berbagai cara.
Misal guru dapat menggali materi pembelajaran
berdasarkan sumber daya alam atau kekayaan
budaya suatu daerah misalnya: memperkenalkan dan memberdayakan mengenai
batik Riau. Sehingga mereka tau, batik bukan hanya ada di Jawa yang selama ini
banyak mereka kenal http://www.riaudailyphoto.com/2010/04/batik-tabir-riau.html
diakses 23 Maret 2012, menyatakan Batik Riau hadir sejak 1985 melalui ide untuk melestarikan desain
dan budaya Riau Melayu melalui
kain. Selanjutnya masih dalam sumber yang sama, selain di Kota Pekanbaru, batik Riau juga telah
dikembangkan di Kabupaten Siak
dengan nama Batik Tabir,
sedangkan di Kabupaten Kampar
dan juga di Kabupaten Rokan Hulu
dengan memakai motif khas daerah yang bersangkutan.
Siswa
dapat kite suruh mengamati setiap detil khasanah kekayaan Provinsi Riau salah
satunye melalui batik dengan segala corak ragamnya tersebut. Munculkan minat dan bakat peserta didik, dalam hal seni
lukis, bisnis dan sebagainya. Bisa kita bayangkan hanya dengan satu budaya
batik Riau, selain menambah wawasan siswa akan provinsi Riau, kite juge mampu
mengembangkan berbagai peluang kehidupan peserta didik kelak saat menjadi
bahagian dari sistem masyarakat.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Mohammad Angku Sjafei
puluhan tahun yang lalu sejak zaman penjajahan sampai kemerdekaan seperti yang
dikutip dari Warta Paudni Tahun XIV Edisi Tahun 2011 halaman 36 menyatakan
keterampilan tangan dengan pemanfaatan kekayaan alam adalah kunci utama dalam
pendidikan. Masih dalam sumber yang sama, orientasi terhadap pendidikan dengan
keterampilan tangan tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan Angku
Sjafei yang pernah belajar pendidikan guru di Belanda, selain itu ia juga
mengikuti sejumlah kelas keterampilan, seperti musik, kerajinan tangan dan
mengarang.
Selain hal tersebut, peran masyarakat dalam pendidikan sangat
dibutuhkan antara lain orang tua siswa yang kemampuan ekonominya berlebih dapat
diarahkan oleh kepala sekolah untuk membantu dana bagi siswa yang pintar atau
punya kemampuan dalam otak (kognitif), sehingga siswa yang pintar tapi kurang
mampu dalam pembiayaan tersebut terbantu untuk pendidikannya, dengan demikian kesedihan
siswa yang pintar walau dalam kehidupan
yang tidak mencukupi dapat agak terobati.
Jangan sampai terjadi kita cepat membantu begitu banyak anak orang kaya
yang kurang mampu dalam otak (kognitif), tapi kita luput membantu satu anak
orang yang kurang mampu dalam ekonomi tapi mampu dalam otak (kognitif).
D. Kesimpulan
1. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Sekolah sebagai suatu
sistem merupakan tempat anak didik pertama kali mengenal berbagai perbedaan.
Sekolah jugalah tempat siswa mengenal dan belajar berbagai watak manusia dengan
segala kelebihan dan kekurangannya, melalui pergaulan sehari-hari antar siswa
maupun melalui proses pembelajaran dikelas.
DAFTAR PUSTAKA
http://belajarpsikologi.com/macam-macam-metode-pembelajaran/diakses 28 Februari 2012
Fromm. E, Illich. I, Freire P. (2006), Menggugat Pendidikan.
Fundamentalis,
konservatif, liberal, anarkis. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/ Diakses 18 Maret 2012
Harian Pagi Rakyat Riau No. 1397 Tahun VII
Selasa, 28 Februari 2012.
Warta Paudni Tahun XIV Edisi Tahun 2011 halaman 36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar